Jenis hukuman disiplin sedang
Jenis hukuman disiplin berat
Artinya para Kepala Daerah yang kedapatan bermain judi online dapat dikenakan sanksi paling ringan berupa pemotongan tukin sebesar 25% selama enam bulan sampai terburuk dapat berhentikan dari jabatannya.
Pertanyaan pada judul pernah saya tanyakan kepada seorang kawan saat kita mengunjungi Crown Casino di Melbourne beberapa tahun silam. Ia menjawab dengan acuh; "mungkin karena orang Tionghoa senang mengambil resiko, jadi sesekali keberanian dan instingnya ingin diasah."
Saya tidak perlu bertanya lagi, karena yang ia ungkapkan tidak mewakili orang Tionghoa pada umumnya. Ia lebih mengukuhkan alasan terhadap hobi berjudinya.
Saya pun juga tidak perlu pembuktian lebih lanjut. Tersebab di lantai casino tersebut jelas terlihat wajah asia mendominasi.
Masih banyak permainan judi mendunia dengan embel-embel tionghoa. Di Casino sendiri, Pai Gow sudah menjadi salah satu permainan resmi. Ini belum termasuk Mahjong, Qiu-Qiu, hingga Capsa. Semuanya berbau Tionghoa.
Di Hongkong dan Taiwan, judi bahkan menjadi ajang silaturahim. Permainan Mahjong marak terlihat pada acara kedukaan atau perkawinan. Para tamu datang dengan hepi dan bermain di sana.
Lantas apakah fakta bahwa orang Tionghoa suka judi itu benar? Jelas tidak. Ini stereotip. Orang Tionghoa tiada bedanya dengan orang lain pada umumnya. Judi adalah masalah personal.
Namun menarik melihat fakta sejarah.
Dikutip dari sumber (1), sejarah perjudian China telah ada sejak 4.000 tahun lalu. Adalah permainan papan (boardgame) yang bernama Liu-bo. Sama seperti catur, liu-bo membutuhkan adu strategi dan kognitif untuk bisa menang.
Awalnya, taruhan uang bukan menjadi motivasi utama dalam permainan ini. Entah bagaimana, akhirnya liubo pun diubah menjadi permainan judi. Mah-tiae atau ma-diao. Ia adalah sejenis permainan dengan pola mix and match. Kelak Mah-tiae pun berevolusi menjadi permainan Mahjong yang kita kenal sekarang.
Disebutkan bahwa Mahjong berasal dari pemikiran filsuf besar China, Confucious. Namun, fakta ini masih ambigu dan perlu banyak perdebatan.
Tersebab ajaran Confucianisme sendiri menekankan kepada moralitas sebagai landasan utama hidup harmonis. Ajaran ini merujuk kepada sifat ideal manusia sebagai individu maupun dalam masyarakat.
Memang benar bahwa Confucious tidak pernah menekankan doktrinisasi seperti ajaran agama yang kita kenal pada umumnya. Confucious membuka peluang kebebasan berpikir. Kedewasaan sangat penting bagi seseorang agar ia mampu menjalankan hidupnya dengan benar.
Sepanjang sejarah China, sering pula didengarkan mengenai larangan perjudian pada setiap dinasti. Bahkan sebagai negara modern, pemerintah China melarang permainan Mahjong di tanah leluhurnya sendiri. Santer pula terdengar kabar, China yang komunis ini melarang warganya untuk bermain judi di luar negeri.
Meskipun demikian, sejarah perjudian di China juga banyak tercatat. Pada zaman Dinasti Han (202-220 SM), Adalah Han Xin yang mengembangkan perjudian sepak bola antar prajurit perang. Penonton pertandingan bisa bertaruh uang pada pertandingan tersebut.
pada masa Dinasti Tang (618-907 M), komersialisasi judi dimulai. Berbagai jenis permainan pun dikembangkan.
Lalu perjudian pun menyentuh rakyat kecil. Komunitas pedesaan mengembangkan sabung ayam yang populer pada zaman Dinasti Yuan (1271-1368 M). Puncaknya terjadi pada Dinasti Ming (1368-1644 M). Orang-orang kaya banyak membuka kasino. Perjudian pun legal dan dianggap sebagai tempat rekreasi umum.
Melihat Perjudian dengan Cara yang Tidak Sederhana
Judi tidak bisa dilihat secara sederhana. Orang-orang Tionghoa melihat permainan judi melebihi sekadar menang atau kalah. Mungkin pernyataan sahabat saya juga benar, "judi untuk menguji keberanian dan insting."
Kembali kepada ajaran Confucianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Ketiga prinsip yang menjadi landasan budaya Tionghoa ini tidak menyebutkan secara implisit mengenai larangan perjudian. Yang ada hanyalah aturan moral mengenai akibat dari perjudian atau pengambilan resiko tak terbatas secara lebih umum.
Tapi, China juga megenal 5 budaya negatif, yaitu Chi (Foya-foya), He (mabuk-mabukan), Piao (asusila), Yan (psikotropika), dan Du (judi). Namun, prinsip ini lebih kental kepada aturan negara bagi seseorang yang ingin menjadi Junzi alias PNS di zaman China kuno. Lima budaya negatif bukanlah doktrinisasi agama atau pun larangan budaya.
Cara Pandang Orang Tionghoa Terhadap Judi
Judi memang fatal. Namun orang Tionghoa memiliki cara pandangnya yang unik. Perjudian pada acara kematian atau pernikahan misalkan. Pihak keluarga yang menyelenggarakan berhak memungut "komisi" dari hasil perjudian sebagai sumbangan bagi keluarga.
Lebih jauh lagi, praktik perjudian seringkali dilihat dari sisi baiknya. Bagi orang Tionghoa, bermain mahjong diyakini sehat bagi orang tua agar tidak pikun. Lagipula, bermain Mahjong juga tidak sekadar mengandalkan hoki saja. Ada strategi dan proses kognitif yang dibutuhkan.
Begitu pula dengan permainan capsa yang mirip poker. Jika poker hanya mengandalkan "besar-besaran" kartu dan gertakan, capsa harus mengandalkan strategi menyusun kartu dan pembacaan kartu lawan.
Singkatnya, judi dalam budaya Tionghoa adalah permainan ketangkasan yang berbasis taruhan. Sementara judi yang umum adalah mengadu keberuntungan untuk menjadi lebih kaya.
Bagaimana dengan Pengaruh Keyakinan?
Sedikit banyak pengaruh spiritual juga mempengaruhi kebiasaan berjudi orang Tionghoa. Secara tradisi, mereka mempercayai adanya kekuatan eksternal yang memegang kendali atas diri.
Orang Tionghoa yakin bahwa seseorang bisa berbeda (lebih superior) karena adanya campur tangan para dewa. Thus, menjadi orang terpilih adalah sebuah kebanggaan. Sesuatu yang disebut hoki.
Dan perlu diketahi bahwa orang Tionghoa sangat terobsesi dengan hal ini. Benda-benda keberuntungan, pembacaan nasib, hingga Fengshui adalah contohnya. Jadilah judi menjadi salah satu ajang untuk mengetes hoki seseorang.
Jadi, jika budaya China erat dengan perjudian, itu benar. Tapi, tidak benar jika budaya China mendukung orang Tionghoa untuk berjudi. Kendati perjudian telah menjadi salah satu aktivitas sosial yang umum, tidak ada yang benar-benar mempermasalahkannya.
Judi baru dianggap tabu jika dilakukan secara berlebihan. Seseorang yang tidak tahu batasan akan dianggap tidak tahu diri dan bermoral bobrok.
Tidak ada bedanya dengan meminum minuman beralkohol. Selama tidak merugikan orang lain, sah-sah saja. Tapi, jika mabuk-mabukan di tengah jalan, maka ia sudah kelewat batas.
Semoga artikel ini bisa membuka dan menambah wawasan. Tidak semua hal yang buruk adalah buruk. Tidak semua hal yang baik juga baik. Kadang mungkin kita harus melihat dari sisi berbeda, agar dunia yang kita pandang, utuh tanpa prasangka.
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan dirinya baru mengetahui ada kepala daerah yang kedapatan main judi online. Menurutnya, para kepala daerah ini bisa mendapatkan sanksi jika terbukti telah memainkan aktivitas haram itu.
"Tadi ada informasi yang baru saya dengar dari teman-teman media, bahwa ada keterangan dari PPATK yang juga ikut judi online informasinya. Saya baru dengar barusan, benar atau tidak, (saya) tidak tahu, ada beberapa kepala daerah," kata Tito di Kompleks DPR RI, Selasa (27/6/2024).
Kendati demikian, Tito mengaku belum tahu siapa saja nama-nama kepala daerah yang terindikasi memainkan judi online. Sehingga pihaknya harus mendalami terlebih dahulu terkait informasi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukuman Bagi Orang Yang Merampas Tanah Orang Lain
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan hukuman bagi orang yang merampas tanah orang lain. Selamat membaca.
Assalamu’alaikum Ustadz. Bagaimana hukum dalam Islam jika merampas / mengambil tanah orang lain 1 meter?
(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)
Wa’alaikum salaam warohmatullohi wabarokaatuh,
Perbuatan mengambil tanah orang lain termasuk tindakan yang sangat tercela, sebuah kedzaliman besar. Allah murka terhadap orang yang berbuat demikian. Dan Nabi kita yang mulia (ﷺ) telah bersabda:
مَنْ أَخَذَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang siapa yang mengambil tanah sedikit saja dengan cara yang tidak dibenarkan, maka ia dibenamkan ke dalam tanah tersebut pada hari Kiamat hingga tujuh lapis bumi” (HR. Bukhari 2454)
Dalam riwayat yang lain, sahabat Sa’id bin Zaid rodhiallohu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Rosululloh (ﷺ) bersabda:
مَنْ ظَلَمَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang siapa mengambil sedikit tanah dengan cara yang zalim, maka (Alloh) akan mengalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi” (HR Bukhari 2452, Muslim 1610)
Bayangkan, jika sejengkal atau sedikit saja tanah yang kita rampas, atau kita klaim milik kita padahal milik orang lain, Alloh akan membenamkan kita dengan sejengkal tanah tersebut hingga 7 lapis bumi. Lalu bagaimana jika merampas 1 meter? 2 meter? Na’udzubillah wal ‘iyyadzubillah.
Semoga Alloh beri Taufik pada kita semua. Wallohu A’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh: Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله Kamis, 1 Rabiul Akhir 1444 H/ 27 Oktober 2022 M
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله Beliau adalah Alumni STDI IMAM SYAFI’I Kulliyyatul Hadits, dan Dewan konsultasi Bimbingan Islam, Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله klik disini
Pertanyaan pada judul pernah saya tanyakan kepada seorang kawan saat kita mengunjungi Crown Casino di Melbourne beberapa tahun silam. Ia menjawab dengan acuh; "mungkin karena orang Tionghoa senang mengambil resiko, jadi sesekali keberanian dan instingnya ingin diasah."
Saya tidak perlu bertanya lagi, karena yang ia ungkapkan tidak mewakili orang Tionghoa pada umumnya. Ia lebih mengukuhkan alasan terhadap hobi berjudinya.
Saya pun juga tidak perlu pembuktian lebih lanjut. Tersebab di lantai casino tersebut jelas terlihat wajah asia mendominasi.
Masih banyak permainan judi mendunia dengan embel-embel tionghoa. Di Casino sendiri, Pai Gow sudah menjadi salah satu permainan resmi. Ini belum termasuk Mahjong, Qiu-Qiu, hingga Capsa. Semuanya berbau Tionghoa.
Di Hongkong dan Taiwan, judi bahkan menjadi ajang silaturahim. Permainan Mahjong marak terlihat pada acara kedukaan atau perkawinan. Para tamu datang dengan hepi dan bermain di sana.
Lantas apakah fakta bahwa orang Tionghoa suka judi itu benar? Jelas tidak. Ini stereotip. Orang Tionghoa tiada bedanya dengan orang lain pada umumnya. Judi adalah masalah personal.
Namun menarik melihat fakta sejarah.
Dikutip dari sumber (1), sejarah perjudian China telah ada sejak 4.000 tahun lalu. Adalah permainan papan (boardgame) yang bernama Liu-bo. Sama seperti catur, liu-bo membutuhkan adu strategi dan kognitif untuk bisa menang.
Awalnya, taruhan uang bukan menjadi motivasi utama dalam permainan ini. Entah bagaimana, akhirnya liubo pun diubah menjadi permainan judi. Mah-tiae atau ma-diao. Ia adalah sejenis permainan dengan pola mix and match. Kelak Mah-tiae pun berevolusi menjadi permainan Mahjong yang kita kenal sekarang.
Disebutkan bahwa Mahjong berasal dari pemikiran filsuf besar China, Confucious. Namun, fakta ini masih ambigu dan perlu banyak perdebatan.
Lihat Sosbud Selengkapnya
Sanksi Kepala Daerah Main Judi Online
Pada dasarnya tidak ada ketentuan yang secara spesifik melarang para Kepala Daerah untuk bermain judi online. Namun selama menjabat, para Kepala Daerah tetap harus tetap mengikuti PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
Di mana dalam Pasal 3 Huruf D PP tersebut, para PNS termasuk Kepala Daerah harus menaati ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam penjelasan PP Nomor 94 Tahun 2021 dijelaskan:
"Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan," tulis bagian penjelasan PP tersebut.
Dalam hal ini, aturan terkait larangan bermain judi baik secara online maupun offline sudah diatur dalam Pasal 303 bis. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Disebutkan para pemain judi dapat dijatuhi hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda pidana paling banyak 10 juta rupiah.
Sedangkan mereka yang mendistribusikan atau membuat situs judi online tersebut dapat masyarakat akan dikenakan Pasal 27 ayat 2 jo. Pasal 45 ayat 2 UU ITE dengan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 miliar rupiah.
Artinya pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikategorikan telah melanggar peraturan perundang-undangan seperti yang disampaikan dalam Pasal 3 Huruf D PP tersebut.
Secara khusus, untuk pelanggan peraturan perundang-undangan tadi dapat dikenakan sanksi disiplin sedang hingga berat. Hal Ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 Ayat (1) Huruf C dan Pasal 11 Ayat (1) Huruf D.
Semua ketentuan mengenai tingkat dan jenis hukuman disiplin ini tercantum dalam Pasal 8 PP tersebut, yakni: